Sabtu, 04 Februari 2012

Penulisan Sejarah dan Budaya Melayu


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Setiap masyarakat selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Adapun perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, akan tetapi ada juga yan berjalan dengan cepat.
            Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku karena luasnya bidang dimana mungkin terjadi perubahan-perubahan tersebut. Maka bilaman seseorang hendak membuat penelitian perlu terlebih dahulu ditentukan secara tegas, perubahan apa yang dimaksudkannya. Dasar penelitian mengkin tak akn jelas apabila hal tersebut tidak dikemukakan terlebih dahulu.
            Perubahan-perubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak dahulu, landasan teori perubahan kebudayan suatu fenomena yang abadi dala kehidupan di dunia ini. Perubahan kebudayaan adalah adanya ketidaksesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda, sehingga terjadilah keadaan yang tidak sesuai dengan fungsinya bagi kehidupan. Apabila manusia makhluk sosial, yang tidak bisa mempertahankan hidup selamanya. Segala sesuatu yang ada di dunia ini akan mengalami kerusakan dan hanya ada satu yang abadi yakni tuhan yang maha Esa.
B. Tujuan
            Di dalam artikel mejelaskan dan menerangkan kebudayaan melayu yang dibawa oleh negara-negara dibelahan nusantara yang mengembangkan nilai sosial, tradisi, adat istiadat yang ada di indonesia. Di Nusantara kebudayan Melayu di datangkan di Belahan Nusantara. Pengertian melayu ada dua, melayu tua ( Proto Melayu ) dengan melayu muda (Deutro Melayu), Jadi semua ini untuk melihat kembali fakta-fakta kebudayaan yang telah ada dan berkembang di Indonesia khususnya Riau.
BAB II
PEMBAHASAN
PENULISAN SEJARAH DAN BUDAYA MELAYU
A. Beberapa Pengertian
Secara sederhana, sejarah merupakan pengetahuan tentang masa lampau.Menurut sejarawan Baverley Southgate (1996), pengertian sejarah dapat didefinisikan sebagai “studi tentang peristiwa di masa lampau.”Dengan demikian, sejarah merupakan peristiwa faktual di masa lampau,bukan kisah fiktif apalagi rekayasa. Definisi menurut Baverley Southgate merupakan pemahaman paling sederhana. Pengertian sejarah menurut Baverley menghendaki pemahaman obyektif terhadap fakta-fakta historis. Metode penulisannya menggunakan narasi historis dan tidak dibenarkan secara analitis (analisis sejarah). “
Secara Filosofis, sejarah tidak cukup didefinisikan secara sederhana seperti teori Baverley, tetapi merupakan sebuah proses memahami secara utuh pula interaksi manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya dalam ruang dan waktu tertentu. Menurut Benedetto Croce (1951) sejarah merupakan rekaman kreasi jiwa manusia di semua bidang baik teiritikal maupun pratikal. Kreasi spiritual ini senantiasa lahir dalam hati dan pikiran manusia jenius, budayawan, pemikir yang mengutamakan tindakan dan pembaru agama.

Dengan mendefinisikan sejarah, perspektif filosofis semakin membuka cakrawala pemahaman bahwa rangkaian peristiwa di masa lampau tidak cukup dipahami lewat pendekatan politik. Sebab, peristiwa sejarah merupakan proses dialog yang melibatkan jiwa dan pikiran manusia dalam ruang dan waktu tertentu, menempatkan manusia sebagai actor (subyek) sejarah. Menurut filosof Plato (427-347), manusia adalah “Hewan berpikir” (animal rational).

Dalam konteks sejarah pendekatan budaya, penulis mengarai lima unsur yang masing-masing saling terkait, pertama, dimensi ruang dan waktu. Dalam konteks penulisan sejarah perspektif budaya, maka di mana dan kapan suatu peristiwa tersebut terjadi harus jelas dan tega. Pengandaian atau penyebutan secara samara jelas bakal mengaburkan fakta sejarah. Kedua, konsep manusia sebagai anilan rational dan latar belakang sejarahnya.

Menempatkan manusia sebagai actor sejarah yang memiliki kemampuan berpikir merupakan cikal-bakal munculnya ide-ide kreatif muncul dalam proses dialog interaktif manusia dengan realitas yang ia hadapi. Dari sinilah akar kebudayaan manusia. Ketiga, setiap bangsa mendiami kawasan tertentu dan memiliki pola piker system social serta budaya yang mereka warisi dari para pendahulu. Bangsa Persia yang mendiami kawasan Barat Daya Iran merupakan bangsa pendatang.

Keempat, pola hubungan antara budaya dan kekuasaan. Setiap kebudayaan yang memiliki oleh suatu bangsa jika tanpa ditopang oleh kekuasaan politik tertentu tidak akan bertahan lama.

Kelima, bentuk kebudayaan dan unsur-unsur yang mempengaruhinya. Setiap kebudayaan yang memiliki oleh suatu bangsa memiliki pertalian erat dengan kebudayaan lain yang mempengaruhinya. Seperti tradisi paganisme di Timut Tengah pada Abad Kelima Masehi merupakan bentuk pengaruh kebudayaan Persia dan Romawi (Byzantium).
Sejarah” dalam uraian berikut tidak terpisah dari “budaya” atau “kebudayaan” (cultural historiography). Kebudayaan diartikan sebagai hasil karya dan karsa manusia, baik dalam bentuk materil, buah pikiran maupun corak hidup manusia. Menurut EB. Taylor kebudayaan mewncakup aspek yang amat luas, yakni pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, dan adat istiadat dan bahkan segala kebiasaan yan dilakukan dan dimiliki oleh manusia sebagai anggota masyarakat[1]. Secara singkat Kebudayaan adalah ajaran atau doktrin yang diamalkan oleh suatu bangsa. Sifat dan bentuknya tergantung dengan kondisi alam tempat hidupnya. Karena itu kebudayaan senantiasa berubah, baik karena disempurnakan ataupun karena bersentuhan dengan kebudayaan lai. Persentuhan dengan kebudayaan lain tidak selamanya dapat memperkukuh kebudayaan suatu bangsa, bahkan dapat memperlemah dan mungkin menghancurkannya.
a. Istilah melayu

Terdapat berbagai istilah tentang melayu, salah satu dari istilah tersebut seperti yang dikemukakan oleh seorang Cendikiawan Melayu bernama Burhanuddin Elhulaimy yang juga pernah menjadi ketua umum partai Islam Tanah Melayu. Dalam bukunya yang berjudul “ Asas Falsafah Kebangsaan Melayu yang terbit pertama kali pada tahun 1950[2], mencatat beberapa istilah kata tersebut.

Ada pendapat yang mengatakan kata melayu berasal dari kata “ MALA” yang berarti mula dan “YU” yang berarti negeri. Kemudian kata melayu dalam bahasa tamil yang berarti tanah tinggi atau bukit. Di samping itu ada juga yang berasal dari istilah ”Malay” yang artinya hujan. Ini sesuai dengan negeri-negeri orang melayu yang pada awalnya terletak pada perbukitan, seperti tersebut dalam sejarah melayu, Bukit Sigantang Mahameru, negeri ini dikenal sebagai negeri yang banyak mendapatkan hujan karena terletak diantara dua benua yaitu Asia dan Autralia.

Selanjutnya, dalam bahasa jawa kata melayu berarti berlari-lari atau berjalan cepat. Semua istilah dan perkataan itu dapat dirangkum, sehingga melayu dapat diartikan sebagai suatu negeri yang pertama didiami dan dilalui oleh sungai yang diberi nama dengan sungai melayu.

Sejarah pertumbuhan kebudayaan melayu sejak zaman prasejarah. Keterangan-keterangan yang diperlukan tentang manusia serta kebudayaannya masa itu, setidaknya berdasarkan kepada dua sumber.
Pertama, peninggalan manusia prasejarah serta kebudayaannya yang meliputi fosil-fosil (sisa tulang belulang manusia dan hewan) dan artefak-artefak (alat yang dipergunakan oleh manusia prasejarah) yang ditemukan di dalam tanah.
Kedua, suku-suku bangsa yang waktu itu hidup terbelakang.

Di sumarta khususnya Riau menghadapi pesoalan prasejarah yang sulit, terutama dalam usaha memperoleh gambaran tentang asal-usul penghuni pertama, beserta kebudayaannya. Hampir tidak ditemukan fosil-fosil atau artefak-artefak yang dapat mendukung ke arah penelitian itu. Hal ini berbeda dengan jawa yang banyak ditemuka fosil-fosil dan artefak-artefak. Akhirnya penelitian arkeologi menyimpulkan di Sumatra 28 Mei – 8 Juli 1973, tidak menghasilkan tulang-tulang dari manusia pertama.

Walupun di Riau tidak ditemukan fosil-fosil atau artefak-artefak namu para peneliti masih dapat mengambil manfaatnya karena terdapatnya suku-suku terbelakang di Riau saat ini, yaitu: suku sakai di daerah Minas, Duri, Siak, Sungai Apit, Suku Orang Hutan atau  Oran Bomai di Kecamatan Kuto Darussalam dan Kepunahan Kampar, Suku Akik di Kecamatan Rupat Bengkalis, Suku Talang Mamak di siberida, Rengat dan Pasir Penyu, Suku Laut atau Orang Laut atau Orang Laut di Indragiri Hilir dan Kepulauan Riau.

Masih terdapatnya suku-suku terbelakan di atas dapat memperkirakan adanya gelombang kedatangan nenek-moyang itu ke daerah Riau. Yaitu yang terdiri dari ras ”Weddoide” (Wedda) yang datan sesudah zaman es terakhir dan zaman mesolitikum yang menurut para ahli dinyatakan sebagai suku ras manusia pertama di nusantara. Menurut Van Heekeren, kedatangan ras Wedda ini diikuti pula oleh ras Malanesia, Austroloida dan Negrito. Mereka mencapai pulau nusantara dengan berperahu[3]. Di Indonesia menurutnya ciri-ciri kehidupan orang Wedda itu ada pada orang sakai di Riau, dan Oran Kubu di Riau, Palembang dan Jambi. Ciri-ciri  mereka antara lain rambut berombank-ombak, warna kulit sawo matang, bertubuh pendek (1,55 M) dan berkepala “mesocephal”.

b. Pengertian orang melayu

Dalam arti luas istilah melayu merujuk kepada bangsa-bangsa Austronesia yang terdapat disemenanjung tanah melayu dan kawasan-kawasan gugusan kepulauan melayu. Berdasarkan ” The Malay Culture Studi Project (1972) konsep melayu merujuk kepada suku bangsa disemenanjung tanah melayu termasuk orang-orang di thailand, indonesia, indonesia, Filiphina, Madagaskar[4]  

Secara umum, dapat dikatakan bahwa pengertian  melayu merujuk kepada bangsa yang berbahasa melayu yang mendiami semenanjung Tanah Melayu, pantai timur Sumatra, dan beberapa tempat lainnya di wilayah Nusantara. Dalam arti sempit yang terdapat daalam perlembagaan Malaysia yakni perkara 153 mengatakan bahwa seseorang itu dapat di kategorikan sebagai melayu apabila memiliki ciri-ciri seperti
  1. Lazimnya berbahasa melayu
  2. Berkebudayaan melayu
  3. Beragama islam

Pengertian melayu menurut pengertian suku bangsa lebih berdasarkan etnis, walaupun begitu syarat berbahasa melayu dan kebudayaan melayu  masih dieperlukan, tetapi mereka tidaklah semestinya beragama islam. Berdasarkan ini orang-orang melayu adalah:
  1. Orang-orang melayu yang mendiami kawasan Thai, pesisir Sumatra ( utara medan, deli, serdang, palembang, riau lingga )
  2. Ada yang beragamabudha dan kristen
  3. Orang-orang melayu di Brunai dan Sabah

Pengertian melayu berdasarkan Ras, yaitu menerangkan penduduk seluruh nusantara. Berdasarkan kajian Geldara dan Kern, kumpulan bangsa melayu berasal dari utara selatan. Mereka berasal dari satu kelompok bangsa kemudian tersebar keseluruh nusantara. Pengertian mengikut ras ini lebih tertumpu kepada suatu rumpun bangsa yang besar dan berkaitan.

Pengertian orang melayu ini dapat dibedakan atas beberapa kategori atau ketentuan, yakni:
Di bedakan antara melayu tua ( Proto Melayu ) dengan melayu muda (Deutro Melayu).


1. Melayu Tua (Proto Melayu)

Disebut melayu tua (proto melayu) karena inilah gelombang parantau melayu pertama yang datang ke kepulauan melayu. Leluhur melayu tua ini diperkirakan oleh para ahli arkeologi dan sejarah tiba sekitar 3000-2500 sebelum masehi[5].

Adapun yang tergolong kedalam keturunan melayu tua (Proto Melayu) itu antara lain orang talang mamak, oran sakai, dan suku laut. Keturunan melayu tua ini terkenal amat tradisional, karena mereka amat teguh sekali memegang ada dan tradisinya. Pemegang teraju adat seperti Patih, Batin dan Datuk Kayu, amat besar sekali peranannya dalam mengatur lalu lintas kehidupan. Sementara itu alam pikiran yang masih sederhana dan kehidupan yang sangat ditentukan oleh faktor alam, sehingga mereka mampu menghasilkan makanan dengan cara bertani.

Perkampungan puak melayu tua pada masa dulu jauh terpencil dari perkampungan melayu muda. Ini mungkin berlaku karena mereka ingin menjaga kelestarian adat dan resam (tradisi) mereka. Keadaan ini menyebabkan mereka amat ketinggalan dalam bidang pendidikan sehingga kemajuan kehidupan mereka amat lambat sekali.

2 . Puak melayu muda

Puak melayu muda yang disebut juga Deutro Melayu gelombang kedua. Kedatangan nenek moyan mereka tiba antara 300 – 250 tahun sebelum masehi, mereka lebih suka mendiami daerah pantai yang ramai disinggahi perantau dan daerah aliran sungai-sungai besar yang menjadi lalu lintas perdagangan, karena itu mereka bersifat lebih terbuka dari melayu tua. System social dan system nilainya punya potensi menghadapi perubahan ruang dan waktu, serta selera zaman.


Pada masanya, baik melayu tua maupun melayu muda sama-sama memegang kepercayan nenek moyang yang disebut animisme (Semua benda yang mempunyai roh) dan dinamisme ( roh-roh nenek moyang) kepercayaan ini kemudian semakin kental, oleh ajaran hindu dan Buddha sebab antara kedua kepercayaan ini hamper tidak ada bedanya. Keduanya sama-sama berakar pada alam pikiran leluhur, yang kemudian mereka beri muatan motos, sehingga bermuatan spiritual, maka setelah kehadiran agama islam terutama didaerah pesisir pantai serta daerah aliran sungai-sungai besar di Riau. Ternyata Puak melayu muda lebih suka memeluk agama baru yang rasional itu. Kedatangan agama islam itu telah membangkitkan semangat bermasyarakat yang lebih kuat dan kokoh, sehingga berdirilah beberapa kerajaan melayu dengan dasar islam[6].

Ada 6 macam puak melayu yang ada di Riau
1.            Puak melayu Riau – Lingga, mendiami kekas kerajaan Riau – Lingga, yaitu sebagian besar daerah kepulauan Riau yang sekarang terdiri dari kabupaten kepulauan Riau, karimun dan natuna. Mereka sebagian telah nikah – kawin dengan perantau Bugis dalam abab ke- 18.
2.            Puak melayu Siak, mendiami bekas kerajaan Siak yang sebagian besar merupakan daerah aliran sungai Siak. Mereka sebagian nikah – kawin dengan keturunan Arab sehingga sebagian dari sultan Siak keturunan Arab.
3.            Puak melayu Kampar, mendiami daerah aliran batang Kampar, mereka ada yang nikah – kawin dengan perantau minangkabau dan ada pula dengan orang jawa yang menjadi Romusha Jepang.
4.            Puak melayu Indragiri, mendiami daerah Indragiri takni daerah aliran sungai Indragiri, mereka ada yang nikah – kawin dengan perantau Banjar dan juga keturuanan Arab.
5.            Puak melayu Rantau Kuantan, mendiami daerah aliran Batang Kuantan yang telah masuk kedalam kabupaten Kuantan Singingi.
6.            Puak melayu Petalangan, mendiami daerah Belantara  yang dilalui beberapa cabang (anak) sungai didaerah Pangkalan Kuras.

Kepemimpinan melayu, baik melayu tua maupun melayu muda terdiri dari pemangku adat (sebagai pemimpin formal) disamping tokoh tradisi seperti dukun, bomo, pawing, kemantan, dan guru silat sebagai pemimpin informal. Tetapi setelah melayu muda membentuk guru beberapa kerajaan melayu dengan dasar islam maka muncullah pemegang kendali, kerajaan yang disebut raja, sultan dan pertuah. Kehadiran islam juga telah menampilkan cendikiawan yang disebut ulama. Dengan demikian kehidupan melayu muda ini dipandu oleh raja (sultan), ulama, emangku adapt dan tokoh tradisi. Semua orang terpandang ini sering disebut dengan istilah orang patut. Disebut demikian karena mereka dipandang patut atau layak dalam bidang kehidupan yang dipimpinnya.

Meskipun kita melihat ada perbedaan antara melatu tua dan melayu muda, namun kedua keturunan puak melatu itu akan selalu menampilkan budaya perairan mereka, mereka disebut manusia perairan, bukan manusia pegunungan. Sebab mereka menyukai Air Laut dan suka mendiami daerah aliran sungai, tebing pantai dan rimba belantara yang banyak di lalui oleh sungai-sungai. Sebab itu budaya mereka selalu berkaitan dengan air laut, seperti sampan, rakit, perahu, jalur, titian, berenang dan bermacam perkakas penangkapan ikan seperti jala dan kail (pancing).

Pada bagian yang kedua, pengertian orang melayu juga dapat dipakai terhadap pihak yang telah menikah (kawin) dengan pihak puak melayu tua maupun melayu muda. Dengan nikah- kawin itulah keturunan akan mempunyai tingkah laku sesuai dengan sistem nilai yang patut dianut puak melayu.

Pada bagian ketiga,dalam rantangan yang telah panjang mungkin saja seseorang atau suatu keluarga menyebut dirinya orang melayu, karena telah begitu lama menetap di kampung orang melayu, walaupun mereka belum melakukan pernikahan dengan salah satu puak melayu tadi, tetapi karena dibesarkan dalam lingkungan masyarakat dan budaya melayu, akhirnya mereka merasa diri mereka sebagai bagian dari masyarakat melayu di mana mereka tinggal. Mereka meningalkan orentasi budaya negeri asalnya, lalu memakai bahasa dan budaya melayu.

Di samping itu, ada lagi cara yang khas bagi perantau yang ingin menjadi warga suatu suku atau puak melayu, perantau itu mula-mula membeikan perlindungan sosial., jadi dirumah induk semang itulah biasanya perantau itu numpang, setelah itu barulah dia mencari orang yang akan dijadikan ibu atau saudaranya, peristiwa suku inilah terkandung dalam sebuah pantun melayu yaitu:
Kalau anak pergi ke lapau
Yu beli beranak beli
Ikan sembilang beli dahulu
Kalau anak pergi merantau
Induak semang cari dahulu.

Inilah pengartian orang mlayu yang terbatas pada asal ususl puak, di lengkapi kata qori agama islam, serta kategori adat, seram dan bahasa. Pengertian ini bisa dipakani pada daerah yang berpenduduk tradisional melayu, seperti deli dan langkat di sumatra utara, Riau, Jambi, dan Palembang.

Diluar ini masih ada pengertian oran melayu hanya sebatas bahasa dan budaya seperti melayu. Polonesia atau austronesia yang kawasannyaterbentang mulai dari pulau paas dilaut teduh (sebelah timur) samapi ke madagarkar di barat. Serta dipulau formasa atau taiwan utara sampai new zeland di selatan. Inilah rumpun melayu yang terbesar yang mempunyai persamaan bahasa serta persamaan budaya seperti suku makan sirih dan asam-asaman.

Sementara di malaysia berlaku pengertian orang melayu yang khas, disana penduduk keturunan cina, keling, orang kulit putih dan berbagai suku bangsa lainnya yang belum memeluk agama islam,dipandang bukan oran melayu. Sementara suku jawa, makasar, banjar dan berbagai suku di Nusantara ini yang telah masuk agama islam akan diperkenalkan sebagai orang melayu.

c. Identitas orang melayu

Orang melayu mengaku indentitas kepribadiannya yang utama adalah adat istiadat melayu, bahasa melayu, dan agama islam. Dengan demikian seseorang yang mengaku dirinya sebagai melayu haruslah beradat istiadat melayu, berbahasa melayu, beragama islam. Di luar tiga ciri ini yang terutama kepribadian orang melayu tersebut, agama islam yang menjadi dasar (pondasi) pokok agama inilah menjadi sumber adat istiadat melayu,oleh sebab itulah adat istiadat melayu bersendikan syariah dan bersendikan kitabullah.

a.a. Bahasa melayu

Bahasa melayu merupakan cikal bakal bahasa persahabatan indonesia, maka melalui bahasa melayu (ungkapan-ungkapan pepatah, perumpamaan, pantun, syair, dan sebagainya) telah tersirat pula norma kesopanan dari pergaulan yang memeberi corak tata pergaulan nasional.

1.a. Perkembangan bahasa melayu

Ahli bahasa membagikan perkembangan bahsa melayu kepada tiga tahap utama, yaitu: bahasa melayu kuno, bahasa melayu klasik, dan bahasa melayu modern.

1.1. bahasa melayu kuno

Merupakan keluarga bahasa nusantara yang pernah mencapai puncak kegemilangan dari abad ke-7 sampai abad ke-13 pada zaman kerajaan Sri Wijaya, sebagai bahasa penta’biran atau bahasa nasional.bahasa ini banyak di gunakan di semenanjung kepulauan Riau dan Sumatra. Ia menjadi bahasa pentakbiran karena bersifat sederhana dan mudah menerima pengaruh luar, tidak terikat kepada perbedaan susunan lapisan masyarakat mempunyai sistem yang lebih mudah berbanding dengan bahasajawa
ciri-ciri bahasa melayu kuno:
  1. Susunan kalima bersifat melayu
  2. Bunyi vokal b menjadi w dalam melayu kuno, contoh: bulan menjadi wulan
  3. Bunyi awalan ber menjadi mer, contoh: berlepas menjaji merlepas
  4. Awalan di menjadi ni, contoh: di perbuat menjadi ni perbuat




1.2. Bahasa melayu klasik

Puncak kegemilangannya dibagi kepada tiga zaman, yaitu: zaman kerajaan malaka, kerajaan aceh dan kerajaan johor Riau.
Ciri-cirinya:
  1. Kalimatnya panjang, berulang berbelit-belit, contoh: sebermule maksud hamte menjengah kesini
  2. Menggunakan bahasa, contoh: patek, hambe, tuan
  3. Kosa kata klasik, contoh: sahaya (biasa), masygul (bersedih)
  4. Banyak menggunakan pangkal kalimat, contoh: sebermula, alkisah, adapun

1.3. Bahasa melayu modern

Bermula pada abad ke-19 merupakan permulaan zaman bahasa melayu modern. Bahasa melayu modern ini sering kita dengar dan tidak asing lagi bagi kita. Bahasa melayu modern ini banyak digunakan oleh orang melayu sekarang, misalnya: bahasa melayu yang ada di Riau sekarang,Malaysia, kepri, dan kawasan di nusantara lainnya.
a.b. Adat istiadat

Adat istiadat sama dengan kebiasaan lama. Adat adalah aturan-aturan tentang beberapa segi kebutuhan manusia yang tumbuh dan usaha orang dalam suatu daerah yan terbentuk di indonesia adalah sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib, tingkah laku anggota masyarakat. Di indonesia itu menjadi hukum yang mengikat yang disebut hukum adat.

B. Masalah Penulisan Sejarah

Sejarah Islam di kawasan Melayu atau Asia Tenggara, Khususnya di awal perkembangannya terasa agak rumit.

Sebenarnya di kalangan masyarakat tempatan banyak terdapat historiografi berupa hikayat, silsilah, babad, cerita, syait, dan sejenisnya yang mengungkapkan tentang “perkembangan awal” Uslam di berbagai kawasan Asia Tenggara[7]. Akan tetapi, ada ahli seperti A.H. John yang menilai bahwa kebanyakan literature  Melayu seperti itu tidak cukup memadai untuk memberikan kerangka yang jelas dalam mengungkap data kesejahteraan[8]. Dalam nada bersamaan, De Graaf menjelaskan, meskipun tidak dapat kemudian diabaikan sama sekali, kebanyakan historiografi Nusantara itu lebih banyak berisikan mitos daripada “sejarah” dakan pengertian Barat.

Sejarah membuktikan, penjajah Belanda datang ke Indonesia bukan hanya mengeksploitasi kekayaan alam. Tapi, mereka juga berharap bias menghilangkan pengaruh Islam terhadap bangsa Indonesia. Bersama para orientalisnya, kaum colonial Belanda berusaha memeprkecil arti dan peran Islam dalam sejarah Melayu-Indonesia.

Dalam bukunya Nedrland en de Islam (hlm. 1), tokoh orientalis Belanda, Christian Snouc Hurgronje mengatakan bahwa Islam baru masuk ke kepulauwan In do nesia pad abad XIII setelah mencapai evolusinay yang lengkap. Snouck Hur grinje juga menyatakan dalam bukunya, Arabie end Ostlndie (hlm. 22), bahwa orang Islam di Indonesia sebenarnya hanya tampaknya  saja memeluk Islam dan hanya di permukaan kehidupan mereka dututupi agama ini. Ibarat berselimutan kain dengan lubang-lubang besar, tamak keasliannyam yang bukan Islam

Akhir abad XIX mulai terjadi kebangkitan agama di kalangan umat Islam. Ketakutan Pemerintah Hindia Belanda terhadap kebangkitan Islam melaterbelakangi pengangkatan Snouck Hurgronje sebagai penasihat pemerintah untuk urusan pribumi dan Islam. Proses Islamisasi di kepulauan Melayu-Indonesia, menurut pakar sejarah Melayu, Syed Barat. Sebagaimana orientalis lainnya, Snouck Hurgronje menilai umat Islam dari pratek-praktek merka pada saat kemunduran itu sehingga memeberikan pemahaman kelitu tentang Islam.

Dalam karyanya orientalism, Edward Said mengungkapkan tentang bias intelektual dan konseptual Barat dalam memandang dunia Timur (oriental), dan khususnya Islam. Dengan menonjolkan superioritasnya, Barat senantiasa memandang rendah kaum Muslim dan menghilangkan jasa-jasanya

Misionaris yang cukup “obyektif” pada umumbnya tulisan mereka bernada negative, disebabkan perbedaan agama dan rasa dendam yang sulit disembunyikan.

Kedatangan colonial Belanda tidaklah membuat pengkajian Islam di Asia Tenggara lebih baik, bahkan sangat kentara dibawa kea rah kepentingan pengukuhan status quo kolonialisme.

Sejarah ini bertambah kompleks dengan adanya kecendrungan tertentu dikalangan sijarawan atau ilmuawan social lainnya mengkaji Islam di Asia Tenggara. Sejak zaman colonial sampai akhir-akhir ini, terlihat hasrat yang luar biasa di kalangan mereka yang secara konseptual mengurangi tempat dan peranan Islam dan kebudayaannya, baik dimasa lampau maupun sekarang di dalam masyarakat Asia Tenggara.

Secara dramatis pengurangan peranan Islam dan kebudayaan dumualai ole Snouck Hurgronje denga pemisahan ada local pada satu pihak denga Islam di pihal lain. Menurutnya tradisi local sama sekali berbeda dan tidak ada kaitannya dengan Islam.

Namun menurutnya kedauanya memiliki pertentangan-pertentangan formal yang dilihat sebagai konflik antara ada yang aktuall dengan agama Islam yang hanya menjadi cita ideal. Dinamika ini memunculkan konflik secara nyata antara Uleebalang dengan Ulama, masing-masing sebagai pembela ada pada satu pihak dengan pembela agama di pihaklain.

Konsep Snouch ini oleh pemerintah Belanda diformulasikan dengan apa yang disebut Adatrecht. Konsepsi ini jelas memutarbalikkan kenyataan bahwa Islam jauh sebelum datangnya kolonialis telah memberi kerangka dan konsep-konsep hokum serta perbendaharaan istilah-istilah hokum melalui kaidah kebahasaan Melayu yang mengalami arabiasasi, terutama menyangkut gagasan-gagasan dasar hokum, keadilan, hak dan tidak terkecuali menempatkan ada itu sendiri dalam kerangka hokum Islam.

Belum lagi berakhir, muncul pula bahasa politik yang cukup minor dari tokoh seperti Geertz memalui konsep yang disebut “Agama Jawa”. Melalui pemilah-pemilahan sosiologis, ia mengajukan gagasan tentang terbelahnya masyarakat Jawa ke dalam varian “santri”, “abangan”, dan”priyayi” yang membentuk hamper kulturnya masing-masing. Dalam bentukm yang hamper sama, Ricklefs mengemukakan kategori-kategori yang lebih problematic semacam “priyayi-abangan-kolot” dan ‘priyayi-santri moderen”. Melalui berbagai varian seperti inilah penganut Islam di Asia Tenggara dipilah dan sekaligus dipertentangkan.
























BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kalau membicarakan sejarah pasti berkenaan dengan masa lalau atau masa yang silam. Sejarah” tidak terpisah dari “budaya” atau “kebudayaan” (cultural historiography). Kebudayaan diartikan sebagai hasil karya dan karsa manusia, baik dalam bentuk materil, buah pikiran maupun corak hidup manusia. Menurut EB. Taylor kebudayaan meencakup aspek yang amat luas, yakni pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, dan adat istiadat dan bahkan segala kebiasaan yang dilakukan dan dimiliki oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan melayu Ada pendapat yang mengatakan kata melayu berasal dari kata “ MALA” yang berarti mula dan “YU” yang berarti negeri. Pengertian orang melayu ini dapat dibedakan atas beberapa kategori atau ketentuan, yakni:
Di bedakan antara melayu tua ( Proto Melayu ) dengan melayu muda (Deutro Melayu).

1. Melayu Tua (Proto Melayu)
Disebut melayu tua (proto melayu) karena inilah gelombang parantau melayu pertama yang datang ke kepulauan melayu. Leluhur melayu tua ini diperkirakan oleh para ahli arkeologi dan sejarah tiba sekitar 3000-2500 sebelum masehi[9].

Adapun yang tergolong kedalam keturunan melayu tua (Proto Melayu) itu antara lain orang talang mamak, oran sakai, dan suku laut. Keturunan melayu tua ini terkenal amat tradisional, karena mereka amat teguh sekali memegang ada dan tradisinya. Pemegang teraju adat seperti Patih, Batin dan Datuk Kayu, amat besar sekali peranannya dalam mengatur lalu lintas kehidupan. Sementara itu alam pikiran yang masih sederhana dan kehidupan yang sangat ditentukan oleh faktor alam, sehingga mereka mampu menghasilkan makanan dengan cara bertani.

2 . Puak melayu muda

Puak melayu muda yang disebut juga Deutro Melayu gelombang kedua. Kedatangan nenek moyan mereka tiba antara 300 – 250 tahun sebelum masehi, mereka lebih suka mendiami daerah pantai yang ramai disinggahi perantau dan daerah aliran sungai-sungai besar yang menjadi lalu lintas perdagangan, karena itu mereka bersifat lebih terbuka dari melayu tua. System social dan system nilainya punya potensi menghadapi perubahan ruang dan waktu, serta selera zaman.

Pada masanya, baik melayu tua maupun melayu muda sama-sama memegang kepercayan nenek moyang yang disebut animisme (Semua benda yang mempunyai roh) dan dinamisme ( roh-roh nenek moyang) kepercayaan ini kemudian semakin kental, oleh ajaran hindu dan Buddha sebab antara kedua kepercayaan ini hamper tidak ada bedanya. Keduanya sama-sama berakar pada alam pikiran leluhur, yang kemudian mereka beri muatan motos, sehingga bermuatan spiritual, maka setelah kehadiran agama islam terutama didaerah pesisir pantai serta daerah aliran sungai-sungai besar di Riau. Ternyata Puak melayu muda lebih suka memeluk agama baru yang rasional itu. Kedatangan agama islam itu telah membangkitkan semangat bermasyarakat yang lebih kuat dan kokoh, sehingga berdirilah beberapa kerajaan melayu dengan dasar islam[10].

B. Saran

Kami sebagai penyusun dan penulis Makalah ini mohon maaf kepada pembaca karena dalam pengetikan dan penyusunan serta dari segi isi dan bahasa masih ada terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan sarab pembaca untuk kesempurnaan makalah selanjutnya





DAFTAR PUSTAKA

E.B. Taylor. Primitive Cultural, New York: Brentano’s, 1924,
______Suhaimi, dkk, Pengantar Studi Tamadun Melayu, (Pekanbaru, UNRI Press, 2008)
H.R. van Heekeren. Penghidupan dalam zaman Pra Sejarah diIndonesia. Edisi ______terjemahan. Jakarta: Lembaga Kebudayaan Indonesia. 1955,
Al-Azmy, Asal Usul Melayu, (2009)
______A.A John, “The Turning Image: Myth and Reality in Malay Perceptions of the Past” dalam Anthony Reid & David Marr (eds). Perception of the Past in Southeast Asia. Singapura: Heinemann Education Books Latd. 1979,



[1] E.B. Taylor. Primitive Cultural, New York: Brentano’s, 1924, hal. 1. Uraian Taylor hampir memenuhi segi-segi kebudayaan yang dikategorikan oleh Mahnujir, yang memasukkan antara lain susunan masyarakat, perekonomian, peralatan hidup, ilmu, kesenian, dan keagamaan. Lebih lanjut lihat: Muhnajir, Mengenal Pokok-pokok Antropologi dan Kebudayaan. Jakarta: Bhratara, 1967, hal. 69.
[2] Suhaimi, dkk, Pengantar Studi Tamadun Melayu, (Pekanbaru, UNRI Press, 2008) hal, 01
[3] H.R. van Heekeren. Penghidupan dalam zaman Pra Sejarah diIndonesia. Edisi terjemahan. Jakarta: Lembaga Kebudayaan Indonesia. 1955, hal. 40.
[4] Al-Azmy, Asal Usul Melayu, (2009) hal. 01
[5] Suhaimi dkk, Pengantar Studi Tamadun Melayu, (Pekanbaru, UNRI Press, 2008) hal. 03
[6] Ibid, hal 06
[7] Misalnya Hikayat Patjut Muhammad, Hikayat Merong Mahawangsa, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Patani, Sulalat al-Salati, Taj al-Salatin, Bustan al-Salatin, Hikayat Banjar, dan Sejenisnya.
[8] A.A John, “The Turning Image: Myth and Reality in Malay Perceptions of the Past” dalam Anthony Reid & David Marr (eds). Perception of the Past in Southeast Asia. Singapura: Heinemann Education Books Latd. 1979, hal. 43
[9] Suhaimi dkk, Pengantar Studi Tamadun Melayu, (Pekanbaru, UNRI Press, 2008) hal. 03
[10] Ibid, hal 06

Tidak ada komentar: